1. Alat
Musik Sasando Belum Dipatenkan
Kupang - Alat musik Sasando dan topi Ti`i
langga asal Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, NTT sebaiknya dipatenkan
kepemilikannya sebagai warisan budaya daerah NTT, Kepala Dinas Pariwisata
Budaya dan Seni (Disparbud) NTT, Ansgerius Takalapeta, di Kupang, Kamis.
"Hak paten ini penting untuk menghindari
klaim terhadap sarana hiburan ini dari pihak lain di kemudian hari,"
katanya.
Menurut Takalapeta, selain alat musik sasando,
Moko asal kabuapten Alor, tarian ja`i asal Kabupaten Ngada, tenun ikat asal
Kabupaten Timor Tengah Utara, Alor, Rote, dan Sabu, termasuk komodo (Veranus
komodoenis) asal Kabupaten Manggarai Barat, perlu dipatenkan.
Mantan BUpatia Alor dua periode yang akrab
disapa Ans ini mengatakan hingga saat ini, pemerintah NTT baru mematenkan tenun
ikat asal Pulau Sumba.
"Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) memang telah berencana segera mematenkan warisan budaya milik daerah
warisan budaya, sehingga dalam waktu dekat ini segera memproses kekayaan budaya
ini ke lembaga berkompeten seperti Hak Kekayaan Intelektual (HAKI),"
katanya.
Ia mengatakan langkah untuk mematenkan warisan
budaya dan satwa di NTT saat ini sangat mendesak agar tidak diklaim oleh daerah
maupun negara lain. "Kita hampir kecolongan, komodo nyaris menjadi komodo
Bali," katanya mencontohkan.
Untuk mencegah hal ini tidak terjadi katanya,
Wakil Gubernur NTT Esthon Foenay telah mengimbau seluruh instansi dan kelompok
masyarakat NTT mengusulkan kepada pemerintah provinsi agar warisan budaya,
makanan tradisional, satwa atau keunikan daerah lainnya yang layak untuk
dipatenkan.
"Selama ini baru Kabupaten Flores Timur
yang mendapat hak paten jambu mente. Namun, belum diketahui apakah kopi flores
juga telah memiliki hak paten," ujarnya.
Menurut Ans, potensi kesenian yang tersebar di
Indonesia termasuk NTT merupakan kekayaan budaya yang tidak ternilai.
"Seni musik, tari dan lagu tradisonal
daerah merupakan kebanggan bangsa yang patut dilestarikan, seperti diantaranya
alat musik sasando," katanya.
2. Alat
musik "Kelintang Perunggu" perlu dipatenkan
Jambi (ANTARA Jambi) - Salah satu alat musik
tradisional khas yang berasal dari Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi
Jambi, kelintang perunggu, harus segera dipatenkan hak ciptanya.
Sebab jika tidak, kata
Sekretaris Umum Dewan Kesenian Jambi, Muhamad Husyairi, Jumat, hasil kebudayaan
zaman pra Islam itu akan punah, dan lebih tragis lagi berpotensi diklaim
sebagai milik asing.
"Kita perlu segera
mempatenkan hak cipta atas alat musik tradisonal dari Muarasabak, Kabupaten
Tanjung Jabung Timur itu, sebab jika tidak lambat laun dapat hilang dan lebih
parah lagi dapat saja diklaim sebagai milik asing," katanya.
Menurut dia, saat ini
penggunaan alat musik pukul yang terbuat dari perunggu berbentuk kelintang itu
sudah sangat jarang digunakan, bahkan banyak pula masyarakat yang tidak
mengenalnya.
"Saya pikir ini merupakan
tugas pemerintah dan para pelaku seni untuk melestarikan dan memperkenalkan
alat musik dari zaman pra Islam ini kepada masyarakat luas," katanya.
Berdasarkan informasi dari
masyarakat sekitar, saat ini jumlah instrumen musik tradisi asli tersebut hanya
tinggal dua unit saja, satu terdapat di Muarasabak, satu lagi di Mendahara,
namun ditempat yang terakhir tidak lagi jelas siapa pemiliknya.
Menurut Ja'far Rassuh, Staf
Ahli DPRD Provinsi Jambi Bidang Kebudayaan, alat musik kelintang perunggu pada
awal terciptanya digunakan sebagai pengiring ritual pengobatan, perkawinan dan
upacara lain dalam masyarakat di pantai timur Jambi.
Dalam beberapa pukulannya, alat
musik ini diyakini memiliki unsur magis yang kuat, sehingga jenis pukulan
tersebut tidak boleh digunakan atau dibunyikan, kecuali pada waktu-waktu
tertentu.
"Jika pukulan
"kedungkuk" pada alat musik kelintang perunggu itu dibunyikan pada
waktu yang tidak tepat, maka si pemukul dapat kesurupan," kata Ja'far yang
juga seniman multi talenta ini.
Diakuinya, kepercayaan itu
tumbuh seiring dengan masa terciptanya alat musik tersebut pada zaman sebelum
Islam berkembang di Sabak. Sehingga kepercayaan animisme sangat kental mewarnai
proses penciptaan dan permainan alat musik ini.
Dikatakan Ja'far, bentuk alat
musik kelintang perunggu ini secara umum konvensional, namun terbuat dari bahan
dasar perunggu sebanyak tujuh buah.
Biasanya, komposisi musik
tradisonal dalam ritual yang dihasilkan di daerah itu berasal dari tiga alat
musik yakni kelintang perunggu, gendang panjang, dan gong yang juga terbuat
dari perunggu.
"Dalam praktiknya,
komposisi musik tradisi yang dihasilkan lebih dominan oleh kelintang perunggu,
makanya secara umum instrumen yang dihasilkan oleh permainan musik ini
dinamakan kelintang perunggu," ujarnya.
Ja'far juga mendukung upaya
pelestarian alat musik tersebut, sebab katanya, jika tidak, lambat laun dapat
punah.
"Sebaiknya alat musik asli
tidak lagi digunakan, tapi disimpan di museum, dan untuk pengembangannya dibuat
alat musik sejenis dengan bahan sama yang lebih baru," katanya.
Selain melestarikan bentuk
fisik, dia mengatakan perlu juga diadakan pelatihan bagi generasi muda dalam
mempelajari jenis pukulan, sebab beberapa orang pemain alat musik ini telah tua
dan jumlahnya tinggal sedikit.
3. Tapis akan dipatenkan
BANDARLAMPUNG – Kabar gembira bagi
warga Lampung. Pemprov akhirnya mengambil sikap untuk mematenkan kain Tapis
Lampung ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Haki). Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Lampung Gatot Hudi Utomo mengatakan, Disbudpar
setempat akan menggandeng Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Lampung.
’’Saat ini dalam proses akan diusulkan,’’ sebut Gatot pada sela-sela HUT
Ke-32 Dekranas di Lapangan Korpri kemarin (9/4).
Menurut
Gatot, Tapis Lampung adalah warisan budaya asli provinsi ini perlu mendapatkan
perlindungan. Jika sudah dipatenkan, Tapis Lampung mendapat perlindungan secara
hukum dan tidak mudah untuk diklaim negara lain. ’’Ini salah satu langkah agar
Tapis Lampung tidak diakui oleh budaya dan negara lain,’’ paparnya.
Lalu
bagaimana dengan warisan budaya Lampung yang lain? Menurut Gatot, secara
bertahap nantinya juga dipatenkan. Ia menambahkan, warisan budaya Lampung lain
yang sudah dikenal masyarakat secara luas adalah alat musik, yakni gamolan. Nah
nantinya, Gatot menguraikan, secara bertahap terus dilakukan upaya untuk
melestarikan warisan kebudayaan Lampung.
Direktorat
Jenderal Haki Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) beberapa
waktu lalu me-warning pemprov segera menginventarisasi kekayaan budaya
tradisional Lampung.
Hal itu
dipandang penting agar kekayaan tradisional provinsi ini dapat terlindungi
secara hukum. ’’Setelah diinventarisasi, pemprov juga harus membuat database
kekayaan budaya tradisional Lampung. Setelah itu, barulah didaftarkan ke Ditjen
Haki,’’ bilang Kasubbag Humas Ditjen Haki Ira Deviani usai melakukan
sosialisasi Haki di Pemprov Lampung.
Ia
mengungkapkan, nantinya hasil inventaris itu dibawa ke forum PBB. ’’Kita kan
pernah launching Hari Batik. Pada saat memublikasikan itulah, menjadi milik
negara,’’ tegas Ira.
Menurutnya,
memang ada UU Hak Cipta juga yang melindungi kekayaan tradisional. Ia
menambahkan, nanti bisa saja lebih spesifik jika ditopang dengan keberadaan UU
Ekspresi Budaya Tradisional.
4.
Karinding dan Celempung
Diminta Dipantenkan
Alat musik
tradisional dari bambu khas Jabar, yakni celempung dan karinding diminta untuk
dipatenkan sebagai alat kesenian asli Indonesia.
Langkah pematenan tersebut dimulai dengan
pemberian penghargaan bagi pembuat serta pengguna alat musik yang kini hampir
punah tersebut. Lembaga Studi Pemerintahan dan Pembangunan (LSPP) Jawa Barat telah
menggelar acara untuk memberikan penghargaan kepada mereka.
Acara Sarasehan Nasional dan Pemberian
Penghargaan bertajuk 'Pelestarian Seni Klasik Tradisoonal dalam Membentuk
Ketahanan Kebangsaan serta Peningkatan Apresiasi terhadap Pelakunya"
digelar di Hotel Jayakarta, Kota Bandung, Sabtu (23/6/2012) 2012 malam.
Wakil Ketua LSPP Jabar Yosep Bachtiar menuturkan
maksud dan tujuan digelar acara tersebut guna mencoba memberikan penghargaan
bagi pelaku seni. Khususnya seni tradisional jenis bambu.
"Untuk kali ini penghargaan kita berikan
untuk karinding dan celempung. Alat musik tradisonal itu kini hampir punah.
Tapi sekarang muncul lagi digunakan oleh anak muda kita. Oleh karena itu kita
akan berusaha untuk mematenkan kedua alat musik ini," kata Yosep kepada
wartawan di sela-sela acara.
Dia mengatakan saat ini pemerintah tidak bisa
berbuat apa-apa untuk melestarikan alat musik tersebut. Oleh karena itu, dia
meminta pemerintah bisa berusaha untuk mematenkan alat musik yang digunakan
oleh grup musik 'Karinding Attack'. "Kami berharap pemerintah bisa turun
tangan sebelum diakui oleh bangsa lain," jelas dia.
Yosep mengakui beberapa hasil karya negara
Indonesia banyak dipatenkan oleh negara lain. Salah satunnya, lanjut Yosep,
diambil oleh negara tetangga Malaysia.
"Pemerintah harus gerak cepat dalam hal
ini. Baru-baru ini tari Tortor juga mau diakui oleh bangsa Malaysia. Kenapa
karinding dan celempung tidak dari dulu dipatenkan. Ini kan karya bangsa kita
dari dulu," cetus dia.
Ditanya langkah untuk mematenkan dua alat musik
ini, Yosep mengatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak tanpa ada dukungan
dari pemerintah. Setidaknya, pemerintah daerah (Pemda) mengakui terlebih dahulu
keberadaan alat musik itu. "Tentu kita berharap secepatnya bisa
dipatenkan. Agar para pelaku bangga dengan hasil karyannya," tutur dia.
Dalam kesempatan tersebut, LSPP juga telah
mengundang Kementrian Dalam Negeri Bidang Seni Budaya dan Agama untuk
memberikan penghargaan para pelaku serta praktisi celempung dan karinding.
Ada enam seniman dari pelaku dan praktisi
celempung dan karinding. Enam seniman tersebut berasal dari enam daerah di Jawa
Barat. "Satu daerah itu satu perwakilan dari Sukabumi, Bogor, Subang,
Sumedang, Cimahi dan Kabupaten Bandung," tutur dia.
5. Budaya
Simeulue Harus Dipatenkan
SINABANG - Wakil Bupati Simeulue Hasrul Edyar SSos MAP
menyatakan budaya dan ciri khas Kabupaten Simeulue yang secara turun temurun
dilakoni masyarakat Simeulue ternyata tidak satupun yang dipatenkan sehingga
dikhawatirkan akan dicaplok daerah lain. Ia minta instansi terkait di daerah
ini segera memantenkannya.
“Kita semua telah lalai. Saat ini tidak ada budaya
atau ciri khas Simeulue yang telah dipatenkan. Padahal budaya itu memperjelas
identitas daerah kita sendiri,” kata Wabup Hasrul Edyar ketika membuka acara
Malam Pesona Budaya Simeulue, Sabtu (22/9/2012) malam, di Lapangan Alul-alun
Kota Sinabang.
Wabup mengatakan, bukan hanya budaya lokal, rumah adat
Simeulue juga belum dipatenkan. “Yang sangat disesalkan seperti anyaman tikar,
itu telah dipatenkaan oleh salah satu kabupaten di Provinsi Aceh,” ujarnya
lagi, seraya mengajak seluruh generasi muda Simeulue melestarikan budaya dan
adat istiadat lokal.
Dikatakan, dengan telah dipatenkannya anyaman tikar
oleh daerah lain, ini menjadi salah satu bukti bahwa daerah ini lalai
memperdulikan salah satu budayanya. “Kemudian soal nandong saat ini hanya
digemari oleh masyarakat yang usianya boleh dikatakan sudah uzur, sementara
generasi muda Simeulue perannya sangat minim melestarikan salah satu warisan
pendahulu kita,” imbuh pria yang pernah menjabat camat sebelum terjun di dunia
politik itu.
Pada Malam Pesona Budaya Simeulue yang dilaksanakan
oleh Dinas Kebudayaan, Parawisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora)
Simeulue, pihak panitia menampilkan sejumlah kesenian budaya lokal dan tariaan
daerah lain, seperti Tariang Ang Ame Fesang, Nandong, Tarian Debus, Tarian
Mangasila, lagu-lagu daerah serta Tarian Angguk Rapai Geleng dan Tari Saman.
“Dalam waktu singkat ini seperti rumah adat, pakaian
adat dan seni budaya, seperti Nandong, Nanga-nanga, sikambang, lagu daerah dan
sejumlah adat istiadat lokal lainnya, harus segera diusulkan untuk dipatenkan,”
kata Hasrul.
Acara tersebut turut dihadiri Kepala Balai Pelestarian
Sejarah dan Nilai Tradisional Aceh, Djuniat SSos yang dalam sambutannya
mengatakan, banyak kearifan lokal Simeulue yang perlu dilestarikan agar dapat
diwariskan kepada anak cucu.
6. Pemerintah Akan Segera Patenkan Tari Silampari dan
Piring Gelas
Satu lagu karya seni Indonesia akan
dipatenkan. Secara keseluruhan masih banyak seni dan budaya yang belum
dipatenkan oleh pemerintah Indonesia, Memang cukup disayangkan, keindahan seni
dan budaya Indonesia yang begitu indah tidak dipatenkan.
Pemerintah Kabupaten Musi Rawas,
Provinsi Sumatera Selatan, akan mendaftarkan hak paten Tari Silampari dan
Piring Gelas sebagai tarian asli masyarakat setempat.
"Selain Tari Piring Gelas dan Tari Silampari kita juga akan mendaftarkan
hak paten 70 lagu daerah Musi Rawas sebagai kekayaan budaya lokal ke Ditjen Hak
Atas Kekayaan Intelektual atau HAKI pusat melalui HAKI Sumsel," kata
Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Musi Rawas, Hamam
Sentoso, Kamis (18/10/2012).
Pendaftaran hak paten atas kesenian dan budaya di daerah tersebut kata dia,
agar tidak ada daerah lain atau negara lain yang nantinya akan mengklaim tarian
asal daerah itu sebagai bagian dari kebudayaan mereka.
Kendati proses turunnya hak paten yang akan mereka ajukan tidak dapat cepat
karena bisa makan waktu satu atau dua tahun, namun mereka tetap berusaha agar
seluruh kesenian lokal baik aneka tarian, lagu maupun yang lainnya dapat di hak
patenkan.
Tari Piring Gelas dan Tari Silampari kata dia, selama ini ditampilkan pada
acara penyambutan tamu dan pada acara kegiatan pemerintah. Tari Piring Gelas
biasanya ditarikan oleh remaja yang masih perawan, mereka akan
berlenggak-lenggok menari piring di atas piring yang disangga dengan gelas.
Untuk membawakan tarian ini perlukan latihan rutin karena jika salah akan menyebabkan
penarinya mengalami cidera, tidak banyak remaja di daerah ini yang bisa
membawakannya.
Dia menambahkan pihaknya saat ini masih melakukan pendataan di dalam 21
kecamatan di daerah itu, agar aneka kesenian dan kebudayaan lokal yang nyaris
punah dapat dikumpulkan selain untuk pengurusan hak paten juga untuk program
pelestarian kesenian daerah agar tidak punah.
7.
Tenun Ikat Asal NTT Segera Dipatenkan
Kupang - Dewan Kerajinan
Nasional Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) akan mempatenkan hak cipta tenun ikat
dari puluhan ribu penenun yang ada di daerah itu.
"Kami akan patenkan tenun ikat
khas NTT ini," kata Ketua Dekranasda NTT, Lusia Lebu Raya kepada Tempo di
Kupang, Rabu, 24 Oktober 2012.
Dekranasda, menurut Lusia, masih
menginventarisir jumlah pengrajin tenun ikat serta beragam motif tenun ikat
dari berbagai daerah dengan mencari tahu siapa pembuatnya dan sejarah tenun
ikat itu. "Kami masih inventarisir jumlah dan penenunnya," kata
Lusia.
Dia mengaku agak kesulitan, karena
motif tenun ikat dari setiap kabupatehn dan kota di NTT sangat beragam dan
jumlahnya cukup banyak. Misalnya, di Kabupaten Alor, terdapat 80 motif tenun
ikat, sehingga harus dicari tahu siapa pembuatnya dan apa kisah dari motif itu.
"Ini merupakan syarat-syarat yang harus di penuhi untuk hak paten,"
katanya.
Namun, dia menjamin tenun ikat asal
NTT tidak akan di jiplak oleh pihak lain, karena sudah ada kesepakatan (MoU)
dengan kementrian hukum dan HAM. Berdasarkan inventarisir Dewan Kerajinan
Nasional Daerah NTT, ada 52 ribu penenun yang hak cipta tenun ikatnya belum di
patenkan.
Internasional Intitute for Asian
Studies Leiden Netherland, Yetti Haning mengatakan walaupun tenun ikat di NTT
belum di patenkan, namun Unesco telah mengakui tenun ikat NTT sudah menjadi
budaya daerah. "Tenun ikat diakui Unesco sebagai budaya masyarakat
NTT," katanya.
8. Songket
Belum Dipatenkan
Heboh caplok mencaplok klaim Tari Pendet oleh
Malaysia juga menjadi warning bagi Pemerintah Provinsi Sumsel. Apalagi
diketahui pempek dan penganan khas Sumsel lainnya serta jenis tarian Sumsel
belum dipatenkan.
Yang
didaftarkan baru puluhan motif songket Palembang. Itu pun terbentur pada Undang
undang yang mengatur tentang pokrol. “Sebanyak 91 motif songket masuk dalam
kategori pokrol. Artinya, motif itu dimiliki orang banyak atau umum,” kata
Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Hukum Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Hukum
dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sumatera Selatan, Ardiansyah.
Ardiansyah mengatakan, upaya pendaftaran hak cipta terhadap motif-motif songket
khas Palembang telah dilakukan Pemkot Palembang pada tahun 2004 dan 2006. Pada
tahun 2004 Pemkot mendaftarkan 71 motif untuk mendapat hak cipta. Disusul tahun
2006 sebanyak 20 motif. Pengajuan dilakukan Pemkot Palembang melalui Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) ke Disperindag
Provinsi Sumsel. Pengajuan kemudian diajukan lagi ke Deperindag RI yang
kemudian memasukkannya ke Klinik Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Dirjen Industri
Kecil dan Menengah (IKM) Deperindag RI. Selama lima tahun diajukan, Pemkot
Palembang belum mendapat jawaban tentang usaha pendaftaran hak cipta itu.
Melalui Dephumham Sumsel, diketahui jika pengajuan hak cipta ditunda
persetujuannya. Alasannya, motif songket yang diajukan masuk dalam kategori
pokrol. Sementara Undang-undang (UU) yang mengatur tentang pokrol masih
digodok. Pempek Belum Ironisnya, penganan asli Sumsel pempek belum terdaftar di
HKI. Berarti, dari seluruh aset budaya dan penganan Sumsel belum memperoleh
pengakuan. Yang ada baru motif songket. Tapi merek yang mendampingi makanan
khas sudah banyak yang dipatenkan seperti Pempek Pak Raden dan Pempek Nony.
Dijelaskan Ardiasnyah, pendaftaran hak cipta perlu dilakukan untuk
mengantisipasi perselisihan. Dalam UU Hak Cipta dikatakan, setelah diciptakan,
suatu karya otomatis menjadi hak milik penciptanya. “Tapi, pada pasal
berikutnya menerangkan, bila terjadi sengketa atas karya tersebut, pendaftaran
menjadi penting sebagai bukti penguat,” terangnya.
Setelah terdaftar hak ciptanya, suatu karya
sudah diakui di tingkat internasional. Pemilik mendapat perlindungan mulai dari
didaftarkan hingga meninggal dunia ditambah 50 tahun setelah meninggal.
Saat ini sistem penentuan siapa pemilik hak
cipta menggunakan metode deklaratif. Siapa yang terlebih dahulu menyebarkan suatu
karya, dialah pemiliknya. Pendaftaran hak cipta hanya sebagai penguat bukti
kepemilikan karya. Hak cipta terhadap budaya lokal menurut Ardiansyah sangat
perlu. Selain bisa melindungi kebudayaan lokal yang ada, suatu negara yang
melindungi HKI akan mudah mendapatkan bantuan dari negara lain selain isu
keamanan dan pertahanan. Sayangnya, perlindungan hak cipta hanya bisa dilakukan
untuk keseluruhan karya. Bila hanya meniru sebagian tertentu seperti gerakan
tari, pemilik hak cipta tidak bisa melayangkan tuntutan.
“Tapi bila seluruh gerakan ditiru dengan
hanya mengubah namanya, bisa dituntut,” tandasnya.
9. Tari Saman segera
dipatenkan
Tari saman
dari Aceh segera diputuskan menjadi warisan budaya tak benda (intagible) oleh
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco).
Keputusan itu akan diambil pada Sidang VI Komite Antarpemerintah untuk
Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda di Bali pada 22-29 November 2011.
"Tanggal
24 November akan diketok, tari saman akan dijadikan warisan budaya tak benda.
Tanggal 25-nya akan dikepyak (dipentaskan)," kata Wakil Menteri Bidang
Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Budaya, Wiendu Nuryanti, di Yogyakarta.
Wiendu
mendampingi Direktur Jenderal Unesco Irina Bokova saat mengunjungi Candi Prambanan
dan Borobudur. Hadir saat itu jajaran pemerintah bidang pariwisata dan para
pelaku wisata di Yogyakarta.
Ia
menyatakan warisan budaya Indonesia yang sudah diakui oleh Unesco adalah batik,
wayang, keris, dan angklung. Di tahun ini akan ditambah lagi, yaitu tari saman.
Pihaknya akan mengusulkan lagi beberapa warisan budaya Indonesia untuk diakui
dunia sebagai warisan intangible melalui Unesco.
Irene dan suaminya, Kalin Mitrev, melihat langsung bagaimana penanganan
konservasi dan restorasi Candi Prambanan dan Borobudur, termasuk pembersihan
candi dari debu Merapi.
"Ini baru pertama kali Direktur Jenderal Unesco datang ke Prambanan dan
Unesco sekaligus melihat bagaimana penanganan candi. Hasilnya nanti akan kita
lihat seperti apa," kata Wiendu.
Ia menambahkan, untuk penanganan kedua candi itu sudah ada perencanaan matang.
Sebab, setelah diakui dunia sebagai warisan, itu justru baru permulaan, yaitu
permulaan konservasinya. Pengelolaannya harus baik, lalu pelatihan sumber daya
manusianya. "Dan dampak ke masyarakat juga harus baik," kata dia.
Carmadi Machbub, Duta besar Indonesia untuk Unesco di Paris, mengatakan Unesco
bukanlah lembaga donor. Tapi, pengakuan oleh Unesco akan menjadi jalan mudah
mendapatkan dana dari lembaga donor.
"Memang ada sebagian dana untuk keperluan itu, tapi yang lebih penting
adalah soal pengakuan dunia. Unesco merupakan perwakilan negara-negara di
dunia," kata dia.
10.
Kesenian dul muluk akan dipatenkan kemendiknas
Palembang,
Sumsel - Pertunjukan kesenian tradisional Dul Muluk akan dipatenkan Kementerian
Pendidikan Nasional. Saat ini seni teater daerah tersebut masih dalam proses di
Kemendiknas, dan diupayakan menjadi Hak Kekayaan Intelektual.
Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Inovasi Daerah Sumatra Selatan Ekowati Retnaningsih
kepada wartawan di Palembang, Jumat (9/11) mengatakan, pihaknya telah
mengusulkan agar kesenian itu mendapatkan hak paten. Menurutnya, untuk
mendapatkan hak paten Dul Muluk harus melalui berbagai tahapan.
Lebih lanjut
dia mengatakan, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi pihaknya selaku
pengusul agar bisa mendapatkan hak paten, antara lain ada yang melaporkan,
persetujuan komunitas budaya dan lembaga adat.
Selain itu
juga harus ada sejarah singkat, lokasi budaya tersebut berkembang, deskripsi
singkat, kondisi Dul Muluk dulu dan sekarang, upaya pelestarian, dokumentasi
dan referensi.
Menurut dia,
mengenai sejarah singkat sekarang masih terus digali dan didiskusikan bersama
tokoh budaya serta sejarawan.
Pihaknya
terus bekerja sama dengan berbagai instansi terkait dan berupaya agar kesenian
tradisional tersebut mendapat hak paten, sehingga masyarakat mengetahui asal
dan perkembangan kesenian tradisional daerah Sumsel itu, katanya.
Ekowati
menambahkan, di Sumsel sendiri pihak terkait belum serius mengurus persoalan
hak paten baik hasil produk maupun seni dan budaya. Pasalnya jarang organisasi
dan masyarakat yang mengusulkan, padahal itu menjadi salah satu syarat untuk
mendapatkan hak kekayaan intelektual.
11.
Kopi Arabika Toraja Harus
Dipatenkan
Kopi Arabika Toraja Harus Dipatenkan!
Demikian himbauan Wakil Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu’mang usai membuka
seminar sehari manfaat kerja sama ASEAN bagi pemasaran kopi Indonesia di
Makassar, Kamis (23/6).
Pada
kesempatan tersebut beliau mengatakan bahwa komoditas yang spesifik seperti
kopi Toraja merupakan satu-satunya keunggulan Sulawesi Selatan dalam persaingan
di era perdagangan bebas. Karena itu kopi arabika Toraja Sulawesi Selatan harus
segera dipatenkan dalam produk kemasan skala besar agar keasliannya tidak
diklaim oleh daerah atau pihak-pihak lain.
“Kita
harus punya komoditas spesifik seperti kopi arabika Toraja yang benar-benar
asli dari Toraja. Ini pekerjaan rumah kita untuk segera mempatenkannya dalam
sebuah produk kemasan,” jelasnya.
Lebih
lanjut Agus Arifin Nu’mang mengatakan bahwa selama ini upaya untuk mempatenkan
kopi Toraja dalam sebuah produk kemasan telah berjalan di Toraja, namun belum
dalam skala besar. Dukungan modal kerja dalam bentuk skim kredit khusus untuk
para pedagang lokal juga perlu disiapkan agar para pedagang lokal mampu
bersaing dengan para pedagang di luar dan menjadi pengendali pasar.
“Kalau
perdagangan dan industrinya kita perbaiki, bahan bakunya kita punya, kita akan
mengendalikan pasar,” ujarnya.
12.
Minyak Nilam Aceh Akan
Dipatenkan
Banda Aceh – Lembaga
internasional Caritas Czech Republic (CCR) merancang hak paten untuk minyak
nilam Aceh sebagai upaya penyelamatan kualitas komoditas terbaik di dunia yang
terdapat di provinsi paling ujung Indonesia itu.
Refresentative
Distrik Koordinator CCR Aceh Barat T Azhar Ibrahim di Meulaboh, Rabu
mengatakan, dengan dikeluarkannya hak paten oleh negara kepada nilam Aceh
dipastikan tidak ada daerah lain di Indonesia berani melakukan manipulasi
minyak atsiri itu.
“Ada temuan bahwa di
provinsi lain melakukan pencampuran minyak nilam Aceh dengan nilam daerah
mereka untuk mengubah kualitas, karena nilam Aceh jauh lebih bagus, karena itu
harus ada upaya menyelamatkan komoditas andalan daerah ini,” katanya.
Ia menjelaskan,
minyak nilam Aceh menyandang kualitas katagori terbaik di dunia berdasarkan
hasil penelitian Institut Pertanian Bogor dengan kandungan minyak 2,5 persen
hingga 3,3 persen.
Dengan perbandingan
secara umum standar kualitas minyak nilam dunia adalah 2,5 persen kandungan minyak.
Selain itu, Azhar
menjelaskan, sampai saat inipun harga minyak nilam Aceh dipasar lokal dan
internasional jauh lebih tinggi dibandingkan daerah lain, karena perbandingan
kualitasnya begitu bagus dan tidak dimiliki oleh daerah lain.
Ia membandingkan, apabila
harga minyak nilam di Provinsi Sulawesi berkisar Rp200.000/liter dan Jawa
Rp250.000/liter, maka harga minyak nilam Aceh antara Rp350.000-Rp400.000/liter.
Karena itu tegasnya,
perlu ada upaya penyelamatan dengan dibentuknya hak paten serta menjaga keberlangsungan
budidaya nilam di Provinsi Aceh, sehingga dapat menyejahterakan pula kehidupan
para petani.
“Diperkirakan di
pertengahan tahun 2012 ini hak paten minyak nilam Aceh sudah keluar kerena
sedang dalam pengurusan, disamping itu juga kita terus melakukan upaya
penggembangan budidaya nilam untuk menjaga keberlangsungannya,” imbuhnya.
Khusus untuk distrik
Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, ada tiga kabupaten tetangga yang sudah ikut
mengembangkan pertanian nilam Aceh, yakni Aceh Tenggah, Aceh Jaya, dan Aceh
Selatan.
Sebutnya, sebagian
daerah Aceh sangat prospek untuk pengembangan pertanian nilam dengan letak
geografisnya membuat kualitas minyak nilam setelah penyulingan patut diacunggi
jempol oleh negara internasional.
Ia menyatakan,
Indonesia termasuk negara pemasok minyak nilam terbesar di dunia sementara
Provinsi Aceh merupakan daerah terbesar menghasilkan minyak nilam dengan
kualitas peringkat teratas.
“Kebutuhan minyak
nilam untuk bahan baku industri di negara luar itu sudah cukup tinggi dan
permintaan pasar internasional pun kian hari semakin meningkat, dan kesempatan
ini harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Aceh,” imbuhnya.
Azhar juga
mengatakan, kendala masyarakat selama ini adalah diwilayah Aceh belum ada
penyulingan berstandar internasional, sehingga tidak mampu mengeluarkan nilam
murni dari olahan ketel Aceh.
Selain itu, di sisi
pemasaran masyarakat masih jauh tertinggal memahami kondisi harga minyak nilam
bahkan petani dijadikan korban tengkulak untuk menghasilkan dolar dari petani
kecil dengan hasil nilam mereka miliki.
Karena itu, CCR
dibantu suntikan dana lembaga internasional mencoba merangkul masyarakat Aceh
untuk terus mengembangkan budidaya pertanian nilam Aceh, sehingga kesejahteraan
petani melalui tanaman nilam itu tidak hanya sekedar informasi belaka.
“Saat ini banyak
koperasi nilam Aceh yang sudah terbentuk di sejumlah Kabupaten Aceh, dan upaya
ini kita harapkan dapat memotifasi petani lain untuk budidaya nilam yang
menjanjikan itu,” pungkasnya.
13.
Sayur Gabus Ikan Pucung Mau Dipatenkan
BEKASI-: Kaum ibu rumah tangga yang tergabung
dalam Forum Perempuan Bekasi, Jawa Barat, berniat akan mematenkan sayur gabus
ikan pucung menjadi makanan khas wilayah setempat.
"Sampai saat ini, belum ada hak paten bahwa sayur gabus pucung merupakan
makanan asli Bekasi. Kami berencana mendaftarkannya ke Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual," ujar Ketua FPB Alwiyah Maulidiyah di Bekasi, Senin
(28/5).
Menurut dia, makanan tersebut merupakan resep tradisi bagi masyarakat Betawi
yang penyajiannya hampir mirip dengan membuat rawon khas Jawa Timur. Namun,
makanan itu sudah sulit ditemui di wilayah perkotaan, seperti DKI Jakarta.
"Justru dari dulu sampai sekarang, makanan itu adanya di wilayah Bekasi
karena banyak masyarakat Betawi yang hijrah dari Jakarta ke Bekasi,"
katanya.
Sayur tersebut ramai diperjualbelikan di Bekasi karena masih terdapat sejumlah
rawa yang menjadi habitat ikan gabus yang saat ini sudah sulit dicari di pasar
tradisonal atau supermarket.
Menurut Alwiyah, bahan yang dibutuhkan untuk memasak sayur itu adalah buah
pucung atau keluwek menjadi bumbu utamanya. Perbedaan yang mencolok dengan
rawon hanya pada bahan pokoknya.
"Kalau rawon pakai daging, sayur gabus pucung pakai ikan gabus,"
ujarnya.
Pembuatan sayur itu tidak terlalu sulit. Ikan gabus yang telah dipotong
dilumuri dengan bumbu, lalu digoreng. Kuah diramu secara terpisah. Beberapa
bahan bumbu, seperti daun salam, lengkuas, daun jeruk, tomat, ditumis hingga
harum.
Jika keduanya siap, ikan gabus yang sudah digoreng dimasukkan dalam kuah
tersebut lalu diaduk rata hingga berwarna kehitaman.
14.
Empat Tari Tradisional Nias Perlu Dipatenkan
Tari Maena, Tari Baluse (Tari Perang), Tari Moyo dan
Lompat Batu dari Nias misalnya, adalah tarian diantara begitu banyak jenis
tarian daerah di Indonesia yang tak ternilai harganya.
Medan- Siapapun, jika di
tanya tentang kekayaan khasanah budaya dan kesenian daerah di Indonesia, pasti
berdecak kagum dan takjub. Bagaimana tidak, Indonesia dengan kepulauan sebanyak
17.504 pulau ini, menyimpan begitu banyak kebudayaan yang masih lestari dan
bertahan dengan beragam keunikannya, hingga hari ini.
Tari Maena, Tari Baluse (Tari Perang), Tari Moyo dan Lompat Batu dari
Nias misalnya, adalah tarian diantara begitu banyak jenis tarian daerah di
Indonesia yang tak ternilai harganya. Namun sangat disayangkan, ke empat tarian
dari Pulau Nias yang ditempuh selama 8 – 10 jam perjalanan dari Kota Sibolga
itu, hingga hari ini masih belum kunjung didaftarkan ke UNESCO alias dipatenkan.
Turunan Gulo, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Masyarakat Nias
Indonesia Prov. Sumatera Utara, ketika diwawancara aktual.co di pantai
Kalangan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kamis (5/7), mengatakan bahwa ke
empat tarian itu belum juga didaftarkan.
"oh..belum-belum di daftarkan " ujar Turunan, singkat.
Turunan menambahkan, bahwa pendaftaran ke empat tarian dari Pulau Nias itu akan
dipikirkan untuk mendaftarkan atau mematenkannya.
15.
Motif Ukir Khas OKU akan Dipatenkan
Motif ukir khas Kabupaten Ogan Komering Ulu
(OKU) akan segera dipatenkan agar tidak diklaim pihak lain.
Hal itu dikatakan Kepala Dinas Pemuda Olahraga Budaya
dan Pariwisata Kabupaten OKU, Aufa S Sarkomi SP MSi, kepada Sripoku.com, Rabu
(7/11/2012).
Menurut Aufa, saat ini Raperda Motif Khas OKU saat ini
sedang digodok di dewan untuk dijadikan Perda. "Bila perlu kita patenkan
sampai ke UNISCO," kata Aufa
16.
Pertunjukan ‘Gamolan‘ Siap Pecahkan Rekor Muri
BANDAR
LAMPUNG (Lampost): Pertunjukan gamolan Lampung siap
memecahkan rekor Museum Rekor Dunia-Indonesia (Muri) dengan kategori
pertunjukan alat musik tradisional terlama di Indonesia.
Asisten
III Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekprov Lampung Relliyani mengatakan Rabu
(7-12) mendatang pertunjukan gamolan akan digelar selama
25 jam oleh 25 grup dengan 25 gamolan.
Jika
berjalan dengan baik selama 25 jam, pertunjukan gamolan Lampung itu akan
memecahkan rekor atraksi alat musik tradisional sebelumnya yang hanya
berlangsung selama 24 jam.
“Sebenarnya
yang terpenting itu bukan hanya rekor Muri-nya, tapi bagaimana mengenalkan alat
musik gamolan kepada generasi muda
di Lampung dan seluruh masyarakat Indonesia”
Mantan
Kepala Dinas Kesehatan Lampung itu menjelaskan gamolan merupakan salah satu
alat musik tradisional Lampung tertua yang kini banyak dilupakan masyarakat.
Penghargaan
Relliyani
menuturkan peneliti asal Australia, Margaret J. Kartomi, pernah meneliti
tentang alat musik tradisional di Lampung dan menemukan gamolan sebagai alat musik
tertua di Lampung. Alat musik itu ditemukan pada abad ke-3 dan ke-4 di Lampung
Barat dan Way Kanan.
Bahkan,
ujar dia, gamolan khas Lampung
tergambar di salah satu relief Candi Borobudur. “Karena tulisan dalam bukunya
menggugah kembali pelestarian gamolan Lampung, majelis
penyeimbang adat akan memberi penghargaan kepada Margaret,” kata dia.
Selain pemecahan rekor Muri dan pemberian
penghargaan, pada kegiatan tersebut Pemprov juga akan merayakan nikah massal
bagi 50 pasangan suami-istri yang sebelumnya hanya nikah siri.
Selain
itu, ada juga pawai kendaraan hias dari Tanjungkarang ke Telukbetung. Pemprov
Lampung juga berencana mematenkan alat musik tradisional Lampung, gamolan pekhing dan cetik.
Sekprov Lampung Berlian Tihang mengatakan
kini negara lain, seperti Malaysia, berupaya mengakui kesenian Indonesia,
seperti batik, reog, dan gamelan.
Jika alat musik tradisional Lampung tidak
segera dipatenkan, Pemprov khawatir suatu saat bisa direbut dan diakui menjadi
milik negara lain.
“Akan kami upayakan ada hak kekayaan
intelektual dan hak paten pada alat musik tradisional Lampung. Kalau sudah
dipatenkan, mereka tidak bisa lagi mengakui apa yang bukan milik mereka,” kata
Berlian usai menghadiri Pergelaran Gamolan Pekhing di Balai Keratun beberapa
waktu lalu.
Selain itu, masyarakat Lampung, khususnya
generasi muda, harus sering membuat kegiatan kesenian tradisional yang
menampilkan kerajinan tangan, tarian, lagu, dan alat musik. Tujuannya agar
semakin banyak generasi muda yang mengetahui khazanah kesenian tradisional
Lampung.
17.
Garam Gunung Krayan, NTT Akan
Dipatenkan
NUNUKAN - Garam gunung yang selama ini hanya terdapat
di Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan rencananya akan diusulkan untuk
mendapatkan hak paten.
Sebelumnya warga di Kecamatan Krayan memperoleh sertifikat indikasi geografis
(IG) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atas salah satu jenis padi
adan. IG merupakan bentuk perlindungan hukum terhadap produk unggulan yang
dikembangkan secara spesifik seperti di Krayan.
“Kita harus mendorong supaya garam gunung dipatenkan. Di tempat lain tidak ada,
berarti ada rahasia di sini. Kita juga mendapatkan IG untuk beras adan. Saya
kemana-mana cerita soal garam gunung, banyak yang cari tapi susah kirimnya dari
sini,” kata Bupati Nunukan Basri.
Kecamatan Krayan memiliki banyak sumber air garam. Namun yang produksi secara
massif hanya dua sumur di Desa Pa’Nado, Long Midang. Produksi dari sumur garam
gunung Pa’Nado mencapai 15 hingga 20 kilogram sehari. Dipabrik, harga garam
dijual Rp30.000 perkilogramnya. Di pasaran harga garam yang diyakini memiliki
khasiat lebih baik dari garam laut ini dijual dua kali lipat.
Basri mengakui, hasil alam di Kecamatan Krayan memang sangat sulit di pasarkan
karena terbentur pada transportasi. Meskipun begitu, hal tersebut bukanlah
hambatan untuk mengelola potensi yang ada di Krayan.
18.
Adat budaya aceh akan dipatenkan
Banda
Aceh–Beragam
adat budaya masyarakat di Provinsi Aceh akan dipatenkan, terutama budaya yang
sudah mulai kabur kekhasannya, untuk mencegah klaim negara lain seperti yang
terjadi terhadap tari pendet Bali.
“Aneka adat budaya yang berkembang dalam
kehidupan masyarakat kita pelihara kelestariannya dan adat budaya mana saja
yang kita anggap paling mendesak akan dipatenkan,” kata Gubernur Provinsi Aceh,
Irwandi Yusuf di Banda Aceh, Kamis.
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar)
Jero Wacik sebelumnya meminta gubernur dan bupati se-Indonesia segera
mendaftarkan hak paten upacara adat perkawinan di daerah masing-masing ke
Departemen Hukum dan HAM untuk mencegah klaim negara lain.
Hal tersebut dikemukakan Menbudpar mengacu
pada tindakan Malaysia yang “membajak” beberapa lagu tradisional Indonesia
serta mematenkan salah satu motif kain batik sebagai karya budaya milik negeri
jiran tersebut.
Gubernur Irwandi Yusuf mengatakan, adat
budaya di Aceh seperti tari-tarian saat ini sudah mulai kehilangan kekhasannya
karena telah dimodifikasi dengan tarian modern.
Selain itu, budaya yang “kabur” sebab hampir
mirip dengan budaya di daerah lain termasuk Malaysia yang juga banyak
ditinggali masyarakat Aceh sehingga budayanya bercampur.
Klaim budaya yang dilakukan Malaysia melalui
iklan pariwisata negara tersebut menampilkan lagu tradisional dan kesenian
Indonesia seperti Reog Ponorogo dan Tari Pendet dari Bali sebagai budaya asli
mereka.
Ini menimbulkan kecaman masyarakat seluruh
nusantara. Bukan hanya adat budaya yang diklaim milik Malaysia, sebelumnya
pulau Sipadan dan Ligitan juga diambil oleh negara tersebut.
19.
Mobil bahan bakar air SMK
Purworejo akan dipatenkan
Sukses menciptakan reaktor air yang menghasilkan bahan bakar
untuk mobil, SMK Purworejo akan mendaftarkan alat ciptaannya tersebut agar
mendapatkan hak paten.
"Saat ini masih disempurnakan dan uji
teknis. Termasuk desainnya," kata Purwanto, guru SMKN 1 Purworejo, ketika
dihubungi merdeka.com, Rabu (18/7).
Pendaftaran paten tersebut dilakukan melalui
kantor Kementerian ESDM karena alat ini berkaitan dengan energi alternatif.
Sedangkan untuk pengujian teknis, Purwanto mengaku bekerjasama dengan Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Sejauh ini, lanjut Purwanto, belum ada
pihak-pihak yang menyatakan ketertarikan untuk ikut mengembangkan alat
tersebut. "Kalau pejabat lokal semua mendukung untuk dikembangkan.
Sedangkan untuk individu saya tidak tahu, karena yang mengurus paten bukan
saya," ujar pria yang sudah 13 tahun lebih menjadi guru ini.
Yang jelas, ujar Purwanto, murid-murid SMKN 1
Purworejo akan dilibatkan sepenuhnya dalam pengembangan dan produksi alat
tersebut. "Murid-murid sekarang baru terlibat dalam tahap pengujian
prototype saja," tandasnya.
20.
Tari Lenggang Cisadane Mau Dipatenkan
|
Tarian Lenggang Cisadane yang kerap ditampilkan dalam acara di
Kota Tangerang akan segera dipatenkan menjadi tarian khas Kota
Tangerang.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya, dan Pariwisata (Disporbudpar) Kota
Tangerang HM Tabrani mengatakan, tarian baru tersebut terlahir sebagai hasil
karya seniman dan budayawan kota Tangerang yang merupakan gabungan tarian dan
budaya di kota Tangerang. “Pemkot Tangerang melalui dinas kami akan
mematenkan tarian ini. Kami sudah minta agar seniman dan budayawan dapat
mengembangkan seni tradisional di Kota Tangerang,” kata Tabrani.
Tabrani mengatakan, pihaknya sedang memroses pematenan tarian ini ke lembaga
Hak Kekayaan Intelektual atau HAKI. “Unsur budaya yang ada di tarian ini
antara lain meliputi budaya sunda, jawa, betawi, china, dan arab,”
katanya.
Selain alat musik gamelan, dalam tarian ini juga terdapat alat musik yang
biasa digunakan pada musik marawis. “Tari Lenggang Cisadane ini merupakan
proses pembentukan harmonisasi musik, tata busana, dan gerak yang dipadukan
menjadi suatu tarian indah sangat berciri budaya Kota Tangerang,” ungkap
Tabrani.
Sementara, Wakil Walikota Tangerang Arief R Wismansyah mengatakan,
eksistensi kesenian daerah sangat penting dan memiliki makna bagi daerah.
Kota Tangerang yang masyarakatnya multikultural harus mampu membangun ciri
khas budayanya. “Budaya yang dibangun tentu haru berpegang teguh pada motto
daerah, yakni akhlakul karimah,” kata Arief dalam keterangan persnya, saat
menutup ’Lokakarya Musik dan Busana Tata Rias Tari Lenggang Cisadane’ di Puri
Avia Resort Cipayung Bogor, Jumat (6/5).
Arief berharap, para seniman dan budayawan dapat terus menggali dan
mengembangkan budaya tradisional yang dapat menyatukan seluruh komponen masyarakat
Kota Tangerang. “Pemerintah daerah sangat mengapresiasi kerja seniman dan
budayawan Kota Tangerang yang mampu menghasilkan sebuah tarian tradisional
khas Kota Tangerang,” kata Arief.
Ia juga berharap agar tari Lenggang Cisadane ini dapat disosialisasikan di
sanggar-sanggar seni. Sebab, Tari Lenggang Cisadane memberikan makna
filosofis bagi Kota Tangerang, seperti jumlah penarinya ada tiga belas yang
mencirikan jumlah kecamatan di Kota Tangerang.
21.
Rendang Harus Segera
Dipatenkan
TAMPAKNYA, Indonesia tidak boleh sebatas bangga
karena rendang masuk jajaran masakan terbaik di dunia versi situs CNNGo.
Indonesia harus juga memperjuangkan hak cipta rendang sebagai kuliner asli
Indonesia.
"Dalam waktu dekat, kita akan mempatenkan masakan rendang ini. Meski ada
negara lain yang sama, seperti Malaysia, cita rasa rendang milik kita sangat
berbeda," kata Gubenur Sumatera Barat Irwan Prayitno usai pelantikan
pengurus perantau Piaman di Premier Basko Hotel, Jalan Prof H Hamka Padang,
Kamis (8/9/2011).
Ia menambahkan, meski sudah mendapat penghargaan, para peramu masakan rendang
harus mempertahankan kualitas serta dan kelezatannya. "Kualitas rendang
tetap dipertahankan guna menjaga rasa dan kelezatannya. Selain itu, yang
perlu diperhatikan adalah kemasan untuk diperbaiki, itu akan menambah
antusias para konsumen," katanya.
Rendang sebenarnya merupakan hidangan yang biasa disajikan pada pesta adat,
seperti pengangkatan tokoh adat. Namun lewat perkembangan zaman, rendang
menjadi umum di tengah masyarakat luar Sumatera Barat, daerah asalnya.
22.
Pempek Palembang
Belum Dipatenkan
Palembang, Sumsel - Heboh caplok mencaplok klaim Tari
Pendet oleh Malaysia juga menjadi warning bagi Pemerintah Provinsi Sumsel.
Apalagi diketahui pempek dan penganan khas Sumsel lainnya serta jenis tarian
Sumsel belum dipatenkan. Yang didaftarkan baru puluhan motif songket Palembang. Itu pun terbentur pada
undang-undang yang mengatur tentang pokrol. “Sebanyak 91 motif songket masuk
dalam kategori pokrol. Artinya, motif itu dimiliki orang banyak atau umum,”
kata Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Hukum Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sumsel, Ardiansyah, Selasa (1/9) di ruang
kerjanya.
Ardiansyah mengatakan, upaya
pendaftaran hak cipta terhadap motif-motif songket khas Palembang telah
dilakukan Pemkot Palembang pada tahun 2004 dan 2006. Pada tahun 2004 Pemkot
mendaftarkan 71 motif untuk mendapat hak cipta. Disusul tahun 2006 sebanyak
20 motif. Pengajuan dilakukan Pemkot Palembang melalui Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) ke Disperindag Provinsi Sumsel.
Pengajuan kemudian diajukan lagi ke Deperindag RI yang kemudian memasukkannya
ke Klinik Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Dirjen Industri Kecil dan Menengah
(IKM) Deperindag RI.
Selama lima tahun diajukan, Pemkot
Palembang belum mendapat jawaban tentang usaha pendaftaran hak cipta itu.
Melalui Dephumham Sumsel, diketahui jika pengajuan hak cipta ditunda
persetujuannya. Alasannya, motif songket yang diajukan masuk dalam kategori
pokrol. Sementara Undang-undang (UU) yang mengatur tentang pokrol masih
digodok. Ironisnya, penganan asli Sumsel, pempek, belum terdaftar di HKI.
Berarti, dari seluruh aset budaya dan penganan Sumsel belum memperoleh
pengakuan, kecuali motif songket. Tapi merek yang mendampingi makanan khas
sudah banyak yang dipatenkan seperti Pempek Pak Raden dan Pempek Nony.
Dijelaskan Ardiasnyah, pendaftaran
hak cipta perlu dilakukan untuk mengantisipasi perselisihan. Dalam UU Hak
Cipta dikatakan, setelah diciptakan, suatu karya otomatis menjadi hak milik
penciptanya. “Tapi, pada pasal berikutnya menerangkan, bila terjadi sengketa
atas karya tersebut, pendaftaran menjadi penting sebagai bukti penguat,”
terangnya. Setelah terdaftar hak ciptanya, suatu karya sudah diakui di
tingkat internasional. Pemilik mendapat perlindungan mulai dari didaftarkan
hingga meninggal dunia ditambah 50 tahun setelah meninggal.
Saat ini sistem penentuan siapa
pemilik hak cipta menggunakan metode deklaratif. Siapa yang terlebih dahulu
menyebarkan suatu karya, dialah pemiliknya. Pendaftaran hak cipta hanya
sebagai penguat bukti kepemilikan karya. Hak cipta terhadap budaya lokal
menurut Ardiansyah sangat perlu. Selain bisa melindungi kebudayaan lokal yang
ada, suatu negara yang melindungi HKI akan mudah mendapatkan bantuan dari
negara lain selain isu keamanan dan pertahanan. Sayangnya, perlindungan hak
cipta hanya bisa dilakukan untuk keseluruhan karya. Bila hanya meniru
sebagian tertentu seperti gerakan tari, pemilik hak cipta tidak bisa
melayangkan tuntutan. “Tapi bila seluruh gerakan ditiru dengan hanya mengubah
namanya, bisa dituntut,” tandasnya.
23.
Lir-Ilir, Lagu Sunan
Kalijogo yang Belum Dipatenkan
SOLO- Kasultanan Keraton Pajang, Solo,
Jawa Tengah, meminta kepada Kementerian Kebudayaan untuk mematenkan semua
kebudayaan islam, terutama lagu-lagu syiar agama yang diciptakan para Wali
Songo. Salah satunya lagu Lir- ilir yang diciptakan Sunan Kalijogo.
Temenggung Kasultanan Keraton Pajang, Solo, Jawa Tengah, Agung Santoso,
mengatakan, langkah mematenkan syair lagu Lir- ilir ditujukan agar karya
cipta Sunan Kalijago tidak di klaim negeri Jiran, Malaysia, seperti yang
pernah terjadi di kebudayaan asli Indonesia lainnya.
"Malaysia itukan senangnya main klaim kebudayaan milik kita. Apalagi,
syiar agama Islam yang dilakukan para Wali, termasuk Sunan Kalijogo sampai di
Malaysia juga. Kami khawatir lagu itu nantinya akan diklaim sebagai lagu asli
Malaysia," jelasnya di Solo, Jawa Tengah, Kamis (19/7/2012).
Agung menambahkan, keinginan untuk mematenkan lagu ciptaan Sunan Kalijogo
bukan hanya berasal dari Kasultanannya. Jika dirunut, Kasultanan Pajang
kembali dihidupkan oleh para keturunan Joko Tingkir masih tergolong baru.
Namun munculnya desakan agar lagu tersebut dipatenkan oleh Pemerintah
mencuat, saat pertemuan Kerajaan-kerajaan Nusantara yang digelar di Demak,
Jawa Tengah.
Dalam pertemuan tersebut, para perwakilan Kerajaan Nusantara memiliki
kekhawatiran bila lagu wajib yang dinyanyikan Kerajaan-kerajaan di Nusantara
tersebut akan dikuasai negara lain.
"Kita jangan mengatakan tidak mungkin. Apa yang tidak mungkin dilakukan
Malaysia, Reog Ponorogo misalnya. Reog itu sudah jelas-jelas asli Ponorogo
saja berani di klaim sebagai miliknya, apalagi mayoritas keturunan Indonesia
tersebar di Negeri Jiran. Sehingga, bisa saja negeri tersebut mengklaim lagu
Lir- ilir tersebut di sebarkan warganya," paparnya.
24.
Dua Bulan Beroperasi,
Kapal Anti Sampah Belum Dipatenkan
Jakarta - Bentuk kapal ini
sederhana tak menyiratkan sesuatu yang istimewa. Warnanya biru gelap dengan
satu dek kapal layaknya kapal motor nelayan. Namun, ada yang sedikit berbeda
di ujung kapal buatan PT Dok Kodja Bahari Palembang itu. Sebuah papan besi
dengan lebar dua meter berputar secara hidrolik dari kapal ke laut. Di atas
papan itu, terlihat sampah laut tersangkut di atas papan besi. Awalnya
sedikit, lama kelamaan makin banyak. "Itu adalah kapal anti-sampah yang
kami operasikan sejak dua bulan lalu. Namanya kapal Sapu-sapu I,"
seloroh Kahumas Pelindo II Hambar Wiyadi, di tepian kapal, Pelabuhan Tanjung
Priok, Jakarta Utara, Jumat (13/4/2007). Setelah terkumpul di buritan kapal,
sampah-sampah itu ditampung dalam sebuah wadah penampung maksimal 6 meter kubik.
Dari penampung, sampah diangkut ke pembuangan sampah di Bantargebang, Bekasi.
"Maksimal tiga ton sampah kita masih sanggup. Agak repot kalau musim
banjir kemarin, sampahnya besar-besar. Segala perabot rumah tangga hingga
kasur dan almari masuk," jelas Hambar. Kapal Sapu-sapu I ini merupakan
satu dari tiga kapal lain yang beroperasi. Tiga kapal lain adalah Krapu,
Kakap, dan Sapu-sapu II. Dengan panjang 13,5 meter dan lebar 4 meter, kapal
berawak 3 ABK ini beroperasi di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. "Wilayah
operasi pelabuhan seluas 424 ha. Agak berkecukupanlah. Kita dibantu kapal
kecil yang membersihkan sampah di sela-sela kapal besar," tambah pria
asli Solo ini. Sayang, kapal yang cukup efektif ini belum dipatenkan. Hambar
mengakui, ada institusi lain yang mencontek dan menjiplak persis. "Namun
yang nyontek institusi pemerintah. Sesama pemerintah kita maklumi. Kalau
swasta, kita komplain," sesal Hambar. Saat ini Pelindo II tengah
mengajukan hak paten bagi kapal sampah itu. Dengan hak paten, kreativitas
kapal serupa yang lebih inovatif akan lebih cepat. "Beberapa kali banyak
yang njepret foto-foto. Eh tahu-tahunya sudah
dicontek. Sama persis lagi. Kita mau mengembangkan (jadi lebih baik) kan jadi
miris,"ucap Hambar. Dengan tiga muara sungai ke Tanjung Priok yakni
Sungai Ancol, Legoa dan Sungai Kresek, kehadiran kapal ini menjadi penting.
Pengembangan dan jaminan kreaatifitas salah satunya.
25.
Beberapa
Seni Budaya Banjarmasin Belum Dipatenkan
(Vibizdaily - Sosbud) Beberapa seni
budaya yang ada di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel),
hingga kini belum terdaftar atau dengan kata lain belum mempunyai hak paten.
Kepala Taman Budaya Banjarmasin, Enos Karly di Banjarmasin, Kamis mengatakan,
ada beberapa karya seni budaya yang belum terdaftar dan mendapatkan hak atas
kekayaan intelektual (HAKI).
Beberapa karya seni dan budaya yang belum mendapatkan dan terdaftar di HAKI
tersebut seperti lagu-lagu Banjar yang diciptakan oleh orang Banjarmasin.
Lagu-lagu Banjarmasin yang diciptakan oleh orang asli Banjarmasin diantaranya
lagu-lagu dari pencipta Anang Ardiansyah seperti lagu Pangeran dan lainnya
yang belum mempunyai hak paten.
Dengan masih banyaknya seni dan budaya Banjarmasin yang belum masuk HAKI,
maka direncanakan pihak Taman Budaya Banjarmasin akan segera mendaftarkan
karya tersebut agar bisa dipatenkan.
Selain itu, ada karya seni lagu lain dan asli dari Banjarmasin Kalsel
diantaranya lagu Paris Barantai dan Ampar-Ampar Pisang.
Pendaftaran lagu-lagu seni budaya Banjarmasin Kalsel itu dimaksudkan agar
karya-karya seni budaya di Banjarmasin merasa aman dari pihak-pihak yang
ingin mengambilalih dari seni budaya itu.
Apabila semua karya seni budaya Banjarmasin sudah mendapatkan hak paten, maka
apabila nantinya ada orang yang ingin mengakui karya seni budaya Banjarmasin
sebagai karya daerah atau negara lain bisa segera digugat atau dituntut,
lanjutnya.
"Kita bisa menunjukan bukti bahwa karya seni budaya yang diakui itu
adalah karya asli daerah kita dengan adanya lisensi dari HAKI atas karya seni
budaya Banjarmasin," tutur Enos.
Ia mengharapkan Pemprov Kalsel mendukung usaha untuk mendaftarkan seni budaya
Banjarmasin ke HAKI, sehingga semuanya dapat barjalan lancar sebagaimana
mestinya.
|